Khutbah Jum’at Jaga lisan Mulutmu Harimaumu
Khutbah Bahasa Indonesia
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
Kaum Muslimin yang berbahagia,
Di antara maksiat lisan adalah mencaci seorang Muslim, melaknatnya, melecehkannya dan mengatakan setiap perkataan yang menyakiti hatinya tanpa ada sabab syar’i (alasan yang dibenarkan oleh syariat).
Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Hadits ini menyebut perbuatan mencaci seorang Muslim sebagai kefasikan karena ia tergolong dosa besar. Sedangkan melaknat artinya adalah mencaci orang lain serta mendoakannya agar dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah. Seperti mengatakan: Semoga Allah melaknatmu, semoga laknat Allah
menimpamu, engkau terlaknat, atau engkau termasuk orang yang pantas mendapat laknat Allah. Melaknat seorang Muslim hukumnya dosa besar.
Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan:
Mencaci dan melaknat saudara sesama Muslim bukanlah sifat seorang Mukmin yang sempurna imannya sebagaimana ditegaskan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Maknanya: “Seorang Mukmin yang sempurna imannya bukanlah seorang pencaci, pelaknat, bukan pula orang yang berkata keji dan kotor” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan lain-lain)
Bahkan dalam hadits lain, Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas bersabda:
Maknanya: “Sesungguhnya termasuk manusia yang paling buruk adalah seseorang yang ditinggalkan orang lain karena takut akan perkataan keji dan kotornya” (HR al-Bukhari)
Sebaliknya, Mukmin yang baik adalah seorang mukmin yang orang lain selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Maknanya: “Muslim yang sempurna imannya adalah seseorang yang orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya” (Muttafaqun ‘alaih)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itulah, mari kita jaga lidah kita. Jangan sampai menjadi sumber bencana bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Lidah bisa menjadi bencana bagi diri sendiri, karena jika tidak hati-hati, ucapan-ucapan yang haram dan mengandung dosa akan meluncur dari lidah kita.
Imam al-Ghazali menuturkan: “Lidah adalah nikmat yang agung. Bentuknya kecil. Tapi akibat yang ditimbulkannya bisa sangat besar.”
Hadirin. Dengan sebab lidah, seorang anak bisa bertengkar dengan kedua orang tuanya. Dengan sebab lidah, bisa terjadi perceraian antara suami istri. Dengan sebab lidah, kerusuhan dan huru-hara dapat meletus di mana-mana dan meluas ke mana-mana. Dengan sebab lidah, seseorang bisa membunuh teman atau tetangganya. Dengan sebab lidah, bisa saja terjadi kekacauan yang memporak-porandakan seluruh penjuru negeri. Dan dengan sebab lidah, bisa jadi kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi keutuhan sebuah negara, yaitu persatuan dan kesatuan.
Sangat benar apa yang disabdakan Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Maknanya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaqun ‘alaih)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Suatu ketika, sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mendaki gunung Shafa. Setelah tiba di puncaknya, beliau memegang lidahnya sembari berucap: “Wahai lidah, ucapkanlah perkataan yang baik niscaya engkau beruntung. Diamlah dari perkataan yang buruk niscaya engkau selamat. Lakukanlah itu sebelum engkau menyesal. Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Maknanya: “Sebagian besar dosa dan kesalahan manusia itu bersumber dari lidahnya” (HR ath-Thabarani)
Sahabat Nabi yang lain, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu suatu ketika bertanya kepada Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita bicarakan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya balik:
Maknanya: “Adakah sesuatu yang menjerumuskan manusia ke neraka lebih banyak daripada perkataan yang diucapkan lidah-lidah mereka?” (HR at-Tirmidzi)
Baginda Nabi juga menasihatkan:
Maknanya: “Sesungguhnya engkau senantiasa selamat selagi diam, namun jika engkau telah berbicara, maka ucapanmu akan bermanfaat bagimu atau membahayakanmu” (HR ath-Thabarani)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam sebuah peribahasa dikatakan: “Terlongsong perahu boleh balik, terlongsong cakap tak boleh balik.” Artinya perkataan yang tajam kerap kali menjadikan celaka diri dan tidak dapat ditarik kembali. Sebab itu jika orang hendak berucap, hendaklah dipikirkan lebih dahulu. Sangat penting bagi kita untuk berpikir sebelum berucap. Berpikir sebelum berkomentar. Berpikir sebelum menulis di medsos. Tulisan adalah salah satu dari dua lisan kita.
Jika baik dan bermanfaat, kita katakan atau kita tulis. Jika tidak ada manfaatnya atau bahkan berpotensi menimbulkan keburukan, kekacauan dan kesalahpahaman, maka lebih baik diam. Jika ada manfaat di satu sisi, namun ada pula mudaratnya di sisi yang lain, maka kita mengikuti prinsip: mencegah mafsadah lebih didahulukan daripada menarik maslahah. Saring sebelum sharing. Tidak setiap yang terpikir, kita ucapkan. Tidak setiap kejadian kita komentari. Jangan mengomentari sesuatu yang kita tidak ada ilmu tentangnya. Alih-alih komentar kita menyelesaikan masalah, justru malah menambah dan memperuncing masalah.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
Khutbah Bahasa Jawa
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Saking inggil mimbar meniko, khatib berwasiat dumateng kito sedoyo, terutami dumateng diri khatib piambak, supados senantiasa berusaha ningkataken bobot keimanan soho ketakwaan dumateng Allah
subhanahu wa ta’ala kanti coro nglaksanaaken sedoyo kewajiban dan nebihi sedoyo ingkang dipun haramaken.
Kaum Muslimin ingkang berbahagia,
Setengah saking maksiat lisan inggih puniko misuhi tiingkang Muslim, nglalaknat, nglecehaken dan ngucap saben-saben ucapan ingkang saget nglarane manahipun tiingkang muslim tanpo ada sabab syar’i (alasaningkang dibeneraken kalian syariat).
Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dawuh:
Maknanipun: “Misuhi tiyang Muslim niku kefasikan” (HR al-Bukhari)
Hadits meniko nyebat bilih misuhi tiyang Muslim meniko bentuk kefasikan keranten misuhi tiyang Muslim kagolong dosa ageng. Sedangkan nglaknat artosipun misuhi tiyang lintu sarto dongak aken
supados ditebihaken saking kesahenan lan rahmatipun Allah. Kados dawuhaken: Mugo-mugi Allah nglaknat siro, mug-mugo laknat Allah ngenani ing siro, siro tiyang ingkang terlaknat, utowo siro iku tergolong tiyang ingkang pantes keno laknatw Allah. Melaknat tiyang Muslim hukumipun dosa ageng.
Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kanti tegas dawuhaken:
Maknanipun: “Nglaknat tiyang Mukmin serupi kalian mateni tiyang muslim” (Muttafaqun ‘alaih)
Misuhi lan nglaknat sederek sesami Muslim sanes sifat tiyang Mukmin ingkang sampurno imanipun kados ingkang ditegasaken kalian Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Maknipun: “Tiyang Mukmin ingkang sampurno imanipun sanes tiyang ingkang tukang misuhi tiyang lintu, sanes pelaknat, sanes tiyang ingkang ngomong olo soho jorok” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan lain-lain)
Bahkan wonten ingdalem hadits lintu, Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kanti tegas dawuh:
Maknanipun: “Sak temene tergolong manungso ingkang paling awon inggih puniko tiyang ingkang ditinggalaken tiyang lintu keranten wedi saking omongane ingkang keji soho jorok” (HR al-Bukhari)
Kosok wangsulipun, Mukmin ingkang sahe inggih meniko tiyang mukmin ingkang tiyang sanes selamet saking gangguan lisan soho tanganipun. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dawuh:
Maknanipun: “Muslim ingkang sampurno imanipun inggih meniko setiyang ingkang tiyang Muslim lintu selamet saking gangguan lisan lan tanganipun” (Muttafaqun ‘alaih)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sebab meniko, monggo kito jagi lidah kito. Ojo sampek dados sumber bencana tumprapipun diri kito kiambak utawi tiyang sanes. Lisan saget dados bencana bagi diri kito, sebab menawi mboten atos-atos, ucapan-ucapan ingkang haram lan ngandung dosa bade ngluncur saking lisan kito. Imam al-Ghazali menuturaken: “Lisan meniko nikmat ingkang agung. Bentukipun alit, tapi akibat ingkang ditimbulken saget sanget agungipun.”
Hadirin. Kanti sebab lisan, Yugo saget tukaran kalian tiyang sepahipun. Kanti sebab lisan, Saget kedadosan pegatan antawisipun suami istri. Kanti sebab lisan, kerusuhan soho huru-hara saget meletus
wonten ing pundi-pundi soho mambrak teng pundi-pundi. Kanti sebab lisan, tiyang saget mateni konco utowo tanggone kiambak. Kanti sebab lisan, saget mawon kedadosan kekacauan ingkang memporak-porandakan sedoyo penjuru negeri. Lan Kanti sebab lisan, kito saget kilangan perkawis ingkang sanget berharga bagi keutuhan sebuah negara, inggih meniko persatuan lan kesatuan.
Sanget leresipun nopo ingkang didawuhaken Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Maknanipun: “Sinten mawon ingkang beriman dumateng Allah lan hari akhir, kedahe tiyang meniko matur ingkang sahe atawi mendel” (Muttafaqun ‘alaih)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Ingdalem setunggal dinten, sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu munggah dateng gunung Shafa. Sak sampunipun dugi wonten puncak-ipun, beliau nyekel ilatipun sembari dawuh: “he ilat, ngucapo siro ucapan ingkang sahe niscoyo siro bakal beruntung. menengo saking ucapan ingkang awon niscoyo siro bakal selamet. Lakonono iki sak durunge siro getun. Sungguh aku mireng Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dawuh:
Maknanipun: “kathah-kathae doso lan kesalahan menungso iku bersumber saking lisanipun” (HR ath-Thabarani)
Sahabat Nabi ingkang lintu, Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu wonten ingdalem setunggal dinten tangklet dumateng Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Punopo kito bakal disuwuni
pertanggungjawaban atas nopo ingkang kito ucapaken?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tangklet:
Maknanipun: “Ora ono perkawis ingkang jrumusaken menungso dateng neroko ingkang langkung katah tinimbang omongan ingkang diucapaken lisan-lisanipun manungso?” (HR at-Tirmidzi)
Baginda Nabi ugi paring nasehat:
Maknanipun: “Sak temene siro senantiasa selamet selagi mendel, namung menawi sir wes ngomong, mongko ucapanmu bakal manfaat kanggo siro atwo bahayak aken marang siro” (HR ath-Thabarani)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Wonten salah setunggalipun peribahasa diomongaken: “Terlongsong perahu bkalian balik, terlongsong cakap tak bkalian balik.” Artosipun omongan ingkang landep sering sanget ndadosaken ciloko diri sendiri lan mboten sager ditarik maleh. Sebab meniko, meniwo kito bade ngomong, hendaklah dipikiraken rumiyen. Sanget penting bagi kito berpikir sak derengipun ngomong. Berpikir sak derengipun berkomentar. Berpikir sak derengipun nulis wonten medsos. Tulisan meniko salah setunggal saking lisan loro kito.
Menawi sahe lan manfaat, kito omongaken atau kito serat. Menawi mboten wonten manfaatipun atawi bahkan berpotensi nimbulaken keawonan, kekacauan lan kesalahpahaman, mongko luwoih sahe mendel mawon. Menawi wonten manfaat di satu sisi, tapi wonten bahayanipun di sisi ingkang lintu, mongko kito tumut prinsip: mencegah mafsadah (kerusakan) langkung didisekne tinimbang saking narik maslahah. Saring sak derengipun sharing. Mboten sedoyo ingkang kito pikiraken kita omongaken. Mboten sedoyo kejadian kito komentari. Ojo sampek mengomentari perkawis ingkang kito mboten wonten ilmu tentang perkawis meniko. Komentar kito mboten menyelesaikan masalah, justru bade nambah lan memperuncing masalah.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mekaten khutbah singkat wonten siang ingkang penuh keberkahan meniko. Mugi-mugi bermanfaat lan mbeto barakah tumprapipun kito sedoyo. Amin.
Posting Komentar untuk "Khutbah Jum’at Jaga lisan Mulutmu Harimaumu"